Daluwarsa Penuntutan dalam Tindak Pidana, Adilkah?

Pict by Pinterest

Btw, beberapa waktu yang lalu saya menyelesaikan maraton nonton drama Korea Signal. Asli keren parah sih, saya sempat menyesal karena baru nonton drama ini sekarang 🀧Genre dramanya thriller, mystery dan ada sedikit fantasy. Hal yang paling membuat saya excited menonton drama ini adalah karena permasalahan di dalam drama ini berkaitan erat dengan jurusan kuliah yang sedang saya tempuh yaitu Ilmu Hukum ⚖ Btw dipostingan kali saya tidak akan mereview bagaimana jalan cerita drama ini  ya karena sudah banyak juga bertebaran review-review mengenai drama Signal ini. Postingan kali ini saya akan sharing mengenai pendapat saya mengenai salah satu materi kuliah yang sempat dibahas di dalam drama ini, yaitu tentang tentang konsep Daluwarsa Penuntutan dalam Tindak Pidana (matkul HPPP nih wkwk πŸ˜‚). Jadi sembari nonton drakor saya juga sekalian review mata kuliah nih wkwkwk . Mantappp kan? Awkwkwk.

Hmmm kalian pasti ingat dong bahwa ada satu scene di drakor Signal dimana salah satu pelaku tindak pidana tidak bisa dituntut pertanggungjawaban pidananya dikarenakan jangka waktu penuntutannya itu sudah berakhir menurut UU Pembatasan yang berlaku di Korea Selatan sana. Hal tersebut tentunya membuat penonton drama tersebut jadi ikut greget dan terbawa emosi seperti keluarga korban karena keberadaan UU Pembatasan itu dirasa tidak adil bagi korban dan keluarganya dan malah dirasa terlalu menguntungkan pelaku tindak pidana.

Jika dilihat dari perspektif hukum, pembatasan atau adanya daluwarsa penuntutan dalam tindak pidana ini memang dilematis sekali 🀧 Disatu sisi untuk mencapai keadilan itu memang tidak mengenal yang namanya batas waktu tapi di sisi lain berkaitan dengan kepastian hukum ada keterbatasan tersendiri untuk mendapatkan alat bukti. Jika dilihat dari perspektif keadilan dan kepastian hukum memang bertentangan ya, nah kalau dilihat dari perspektif kemanfaatan gimana hayoh? Wkwkwk πŸ˜‚ 

Personally, menurut pendapat dangkal versi saya sih untuk case tindak pidana yang impactnya luar biasa boleh diterapkan peniadaan daluwarsa penuntutan tindak pidana. Ya biar lebih adil juga gitu, hak-hak korban atau keluarga korban juga kan perlu dihargai dan dilindungi 🀧 berasa jleb banget cuma gara-gara daluwarsa si pelaku kejahatan tidak bisa dituntut pertanggungjawaban pidananya 🀧 padahal impact tindak pidananya dia itu luar biasa banget bagi korban, keluarganya atau bahkan masyarakat. Untuk case yang tergolong 'b' aja mungkin penerapan daluwarsa masih bisa diberlakukan agar tidak terjadi penumpukan kasus hukum dan kepastian hukum dapat terlaksana.

Hal tersebut mungkin bisa dijadikan pertimbangan untuk pembaharuan hukum pidana Indonesia di masa depan dalam hal daluwarsa tuntutan tindak pidana agar lebih mempertimbangkan aspek keadilan, kepastian dan kemanfaatan secara lebih proposional 😌 pembaruan hukum pidana memang urgensi juga sih untuk dilakukan agar dapat mengikuti tindak pidana yang terus berkembang dan semakin kompleks 😌 mudah-mudahan aja di masa yang akan datang RUU KUHP nanti tidak ada 'masalah' lagi seperti halnya kemarin hehehe 😌


4 Comments

  1. Hi mba salam kenal, tulisannya menarik :D

    Seru ya kalau menonton drama tapi sambil belajar, jadi seperti terjun langsung ke lapangan hehehe. Saya pribadi pun suka menonton drama yang ada ilmunya, tapi in most case lebih sering lihat drama bertema hospital :)))

    By the way, kalau di Indonesia daluwarsanya berapa lama? Di Korea setau saya 13 tahun kalau nggak salah (info dari drama tentunya), lupa-lupa ingat hehehe :3

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo kak salam kenal juga ☺ Uwaaaa terimakasih atas apresiasinya πŸ₯ΊπŸ™ Betul sekali jadi lebih menarik karena beberapa hal juga ada yang relate karena masih dalam satu bidang keilmuan hehe πŸ˜‚ Wah pastinya kakak sudah nonton drakor Hospital Playlist dong ya wkwk πŸ˜†

      Untuk daluwarsa penuntutan dalam tindak pidana di Indonesia sendiri diatur dalam Pasal 78 ayat (1) KUHP kak ☺ Sistem daluwarsanya sendiri didasarkan pada ancaman pidana dan jenis tindak pidana yang dilakukan. Jadi tidak flat semua sama waktu daluwarsanya. Pasal 78 KUHP sendiri menentukan:
      1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
      2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
      3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
      4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.

      Begitu pun daluwarsa penuntutan dalam tindak pidana di Korea Selatan, tidak flat semua sama waktu daluwarsanya. Tergantung pada jenis tindak pidananya juga. Misalnya saja untuk tindak pidana pembunuhan, waktu daluwarsa penuntutannya di Korea Selatan adalah selama 15 tahun. Contohnya pada kasus tindak pidana pembunuhan berantai Hwaseong yang terjadi dalam kurun waktu 1986-1991. Waktu daluwarsanya adalah tahun 2006 (15 tahun dihitung setelah kasus pembuhunan terakhir pada tahun 1991). Meskipun pada September tahun 2019 lalu pelakunya sudah terungkap, tapi tetap saja berdasarkan daluwarsa penuntutan tindak pidana tersebut, pelakunya sudah tidak dapat dituntut lagi pertanggungjawaban pidananya 😒 Akan tetapi yang sangat mengagetkan adalah bahwa pelaku dalam kasus tersebut ternyata sudah di penjara sejak tahun 1994 karena kasus pembunuhan dan pemerkosan adik iparnya dan karena itu pelaku dijatuhi hukuman mati tapi ketika banding diubah menjadi hukuman tanpa batas (Merinding dan plot twist banget kan 😒)

      Sependek pengetahuan saya begitu kak jawabannya ☺ Maaf jawabannya jadi panjang begini dan melebar kemana-mana wkwkwk 🀭 πŸ˜‚ πŸ™ˆ Terimakasih πŸ™

      Delete